Kamis, 24 Januari 2013

benteng



BENTENG ROTTERDAM

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjM94zP0_jPAtilz5YobG0b_SzwAIJBjuYGe_zDP_AK4S9GJvKHhrHUdAqdAKZ_plfKswEEcvEjYeCtmUid3AqJyDuSTOcdaeGd8A8GIh0HahRgJYKcRuz1UaNK8PaYz2AA5G9tWqFgpWs/s1600/Benteng+Rotterdam+-+Makassar.jpg


Sekilas Sejarah tentang Benteng Rotterdam

http://farm4.static.flickr.com/3173/2605391465_f7ce7b4221.jpg
Benteng Rotterdam.Di Makassar ada satu benteng besar yang berdiri megah, namanya Fort Rotterdam. Jangan bayangkan lokasi benteng ini berada jauh diluar kota, dan kita harus menghabiskan waktu sekian jam untuk duduk dimobil berkecepatan tinggi, karena lokasi benteng ini terletak didalam kota Makassar sehingga cukup mudah untuk mencapainya.
Benteng dengan halaman seluas dua kali Museum Fatahilah Jakarta ini letaknya didepan pelabuhan laut kota Makasar atau ditengah pusat perdagangan sentral kota. Apabila kita menginap di area seputar pantai Losari, maka jaraknya dalam kisaran radius 2 km-an saja. Dari jalan raya, Fort Rotterdam yang juga akrab disebut benteng Ujungpandang (nama lain dari Makassar) akan mudah dikenali karena sangat mencolok dengan arsitektur era 1600 an yang berbeda dengan rumah dan kantor diseputarnya. Temboknya hitam berlumut kokoh menjulang hampir setinggi 5 meter, dan pintu masuknya masih asli seperti masa jayanya. Dari ketinggian, bentuk benteng seperti bentuk totem penyu yang bersiap hendak masuk kedalam pantai.
Memasuki pintu utamanya yg berukuran kecil, kita akan segera disergap oleh nuansa masa lalu. Tembok yang tebal sangat kokoh, pintu kayu, gerendel kuno, akan terlihat jelas. Masuk ke benteng sebetulnya tidak dipungut bayaran, karena area didalam benteng tidak dijadikan museum cagar budaya yg kosong melompong. Benteng Rotterdam dijadikan kantor pemerintah yakni Pusat Kebudayaan Makassar, sehingga suasana seram yang biasa kita jumpai dilokasi tua semacam ini tidak begitu kental karena masih dijumpai manusia berseliweran kian kemari. Karena area ini dipakai sebagai kantor, sehingga kebersihan dan kerapihan lingkungan disana masih terawat cukup baik.
Benteng ini awalnya dibangun tahun 1545 oleh raja Gowa ke X yakni Tunipallangga Ulaweng. Bahan baku awal benteng adalah tembok batu yang dicampur dengan tanah liat yang dibakar hingga kering. Bangunan didalamnya diisi oleh rumah panggung khas Gowa dimana raja dan keluarga menetap didalamnya. Ketika berpindah pada masa raja Gowa ke XIV, tembok benteng lantas diganti dengan batu padas yang berwarna hitam keras.
http://farm4.static.flickr.com/3091/2606207932_d93b0aeeb1_o.jpg
Kehadiran Belanda yang menguasai area seputar banda dan maluku, lantas menjadikan Belanda memutuskan untuk menaklukan Gowa agar armada dagang VOC dapat dengan mudah masuk dan merapat disini. Sejak tahun 1666 pecahlah perang pertama antara raja Gowa yang berkuasa didalam benteng tersebut dengan penguasa belanda Speelman. Setahun lebih benteng digempur oleh Belanda dibantu oleh pasukan sewaan dari Maluku, hingga akhirnya kekuasaan raja Gowa disana berakhir. Seisi benteng porak poranda, rumah raja didalamnya hancur dibakar oleh tentara musuh. Kekalahan ini membuat Belanda memaksa raja menandatangani “perjanjian Bongaya” pada 18 Nov 1667.
Dikemudian hari Speelman memutuskan utk menetap disana dengan membangun kembali dan menata bangunan disitu agar disesuaikan dengan kebutuhan dalam selera arsitektur Belanda. Bentuk awal yg mirip persegi panjang kotak dikelilingi oleh lima bastion, berubah mendapat tambahan satu bastion lagi di sisi barat. Nama benteng diubah pula menjadi Fort Rotterdam, tempat kelahiran Gub Jend Belanda Cornelis Speelman.
http://farm4.static.flickr.com/3246/2605377437_0474c2daa5_o.jpg
Salah satu obyek wisata yang terkenal disini selain melihat benteng, adalah menjenguk ruang tahanan sempit Pangeran Diponegoro saat dibuang oleh Belanda sejak tertangkap ditanah Jawa. Perang Diponegoro yg berkobar diantara tahun 1825-1830 berakhir dengan dijebaknya Pangeran Diponegoro oleh Belanda saat mengikuti perundingan damai. Diponegoro kemudian ditangkap dan dibuang ke Menado, lantas tahun 1834 ia dipindahkan ke Fort Rotterdam. Dia seorang diri ditempatkan didalam sebuah sel penjara yang berdinding melengkung dan amat kokoh. Diruang itu ia disedikana sebuah kamar kosong beserta pelengkap hidup lainnya seperti peralatan shalat, alquran, dan tempat tidur. Banyak kemudian yang meyakini bahwa Diponegoro wafat di Makassar, lalu ia dikuburkan disitu juga. Tapi ada pendapat lain mengatakan, mayat Diponegoro tidak ada di Makassar. Begitu ia wafat Belanda memindah ia ketempat rahasia agar tidak memicu letupan diantara pengikut fanatiknya di Jawa atau disitu.



badik ku syng



BADIK Lambang kedewasaan Anak Bugis Makassar

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjBaMLI3cdXghOoix46SrFYpRlZvyWpDxwfSLP1M4Djsq2DJpPmhh7q5IENQtDk-UpHXFTZwX9LChycXWaVp0m8TUuBjUBLQIBbImOpVtlILGSY56e33GZfMzhda1fkhdxcHHWnhcowDkx8/s320/Badik.PNG
Badik atau badek adalah pisau yang memiliki bentuk khas yang dikembangkan oleh masyarakat Bugis dan Makassar, mempunyai sisi tajam tunggal ataupun ganda, berbentuk asimetris dan bilahnya kadang kala dihiasi dengan Pamor
Pamor adalah berkas atau guratan terang pada bilah senjata dari logam yang muncul akibat pencampuran dua atau lebih material logam yang berbeda. Pamor terjadi akibat pemanasan, pelipatan, dan penempaan yang berulang-ulang dalam proses perundagian.
Ketika bilah dibuat, logam yang memijar belum meleleh namun menjadi lunak. Apabila logam yang memijar berbeda-beda, mereka akan saling berlekatan (adhesi). Penempaan akan membuat titik pelekatan berbelok-belok dan, oleh pandai besi yang berpengalaman, dapat dibentuk mengikuti pola tertentu. Keterampilan memanipulasi bentuk pamor dikuasai oleh para empu pembuat keris dan senjata-senjata tajam lainnya (misalnya badik dan tombak) di Nusantara.
Senjata-senjata berpamor ditemukan pula pada temuan arkeologi di kawasan Tiongkok selatan dan Indocina. Dari kawasan Persia dikenal pula teknik pemrosesan logam yang menghasilkan tampilan serupa pamor yang materialnya disebut baja damaskus (damascene). Karena itulah, pamor pada keris kadang-kadang dianggap bagian dari teknik damascene.
Menurut masyarakat Bugis dan Makassar setiap jenis badik memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi konsidi, keadaan dan proses kehidupan pemiliknya. Badik dipergunakan bukan hanya untuk membela diri atau berburu, tetapi juga merupakan suatu identitas diri dari suatu kelompok etnis atau kebudayaan. Badik tidak hanya terdapat di Makassar tetapi juga ada di daerah Bugis dan Mandar, tentunya dengan nama dan bentuk yang berbeda.Secara umum badik terdiri atas 3 bagian yaitu : hulu (gagang), bilah (besi) dan sebagai pelengkap adalah Banoang (sarung badik).
Didaerah Sulawesi Selatan khususnya daerah Bugis dan Makassar, badik dijadikan sebagai lambang kedewasaan seseorang. Pemberian badik dari seorang ayah kepada anaknya menandakan bahwa anak tersebut telah dewasa dan mampu diberikan tanggung jawab (amanah), bukan untuk dipakai pamer tetapi juga bagaimana anak tersebut mampu menjaga dirinya untuk tidak memakai badik tersebut, Sele' Bassi perlambang dari sikap dewasa, mampu menjaga siri'na bukan hanya dari fisik tetapi dewasa juga dalam pembawaan, mampu menjaga norma atau ada' (hukum) yang berlaku, pappasang (pesan) serta mampu menjaga agamanya agamanya. disini tertanam nilai-nilai kerendahan hati dan kesabaran.


SEJARAH BADIK
Badik ini merupakan senjata khas tradisonal Makassar, Bugis dan Mandar yang berada dikepulauan Sulawesi. Ukurannya yang pendek dan mudah dibawa kemana mana, tapi jangan salah lho kalau badik ini sudah keluar dari sarungnya pantang untuk dimasukkan sebelum meminum darah.

Maka biasanya senjata adat yang bernama Badik ini dahulu sering dipakai oleh kalangan petani untuk melindungi dirinya dari binatang melata dan atau membunuh hewan hutan yang mengganggu tanamannya. Selain itu karena orang bugis gemar merantau maka penyematan badik dipinggangnya membuat dia merasa terlindungi.

Badik memiliki bentuk dan sebutan yang berbeda-beda tergantung dari daerah mana ia berasal. Di Makassar badik dikenal dengan nama badik sari yang memiliki kale (bilah) yang pipih, batang (perut) buncit dan tajam serta cappa dan banong (sarung badik). Sementara itu badik Bugis disebut kawali, seperti kawali raja (Bone) dan kawali rangkong (Luwu). Kawali Bone terdiri dari bessi (bilah) yang pipih, bagian ujung agak melebar serta runcing. Sedangkan kawali Luwu terdiri dari bessi yang pipih dan berbentuk lurus. Kawali memiliki bagian bagian: Pangulu (ulu), bessi (bilah) dan wanoa (sarung)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiflaAlKKco5tblHayhZm9Gg1qJa2yn1XK61CURnZnrnkVDuBnQ6qT3ryh-IquiKtpSLKlX8XUUJUb0j84dflXOsANbgIetVduY9Z9SGQnIUycUXOopIXY91gcGzyecGHfpkmYUGxGIITAS/s320/badik.jpg

Umumnya badik digunakan untuk membela diri dalam mempertahankan harga diri seseorang atau keluarga. Hal ini didasarkan pada budaya siri' dengan makna untuk mempertahankan martabat suatu keluarga. Konsep siri' ini sudah menyatu dalam tingkah laku, sistem sosial budaya dan cara berpikir masyarakat Bugis, Makassar dan Mandar di Sulawesi Selatan. Selain dari pada itu ada pula badik yang berfungsi sebagai benda pusaka, seperti badik saroso yang memiliki nilai sejarah. Ada pula sebagian orang yang meyakini bahwa badik berguna sebagai azimat yang berpengaruh pada nilai baik dan buruk seseorang.





KEUNIKAN
Badik atau badek adalah pisau dengan bentuk khas yang dikembangkan oleh masyarakat Bugis dan Makassar. Badik bersisi tajam tunggal atau ganda. Seperti keris, bentuknya asimetris dan bilahnya kerap kali dihiasi dengan pamor. Namun demikian, berbeda dari keris, badik tidak pernah memiliki ganja (penyangga bilah).

Badik ini merupakan senjata khas tradisonal Makassar, Bugis dan Mandar yang berada dikepulauan Sulawesi. Ukurannya yang pendek dan mudah dibawa kemana mana, tapi jangan salah lho kalau badik ini sudah keluar dari sarungnya pantang untuk dimasukkan sebelum meminum darah.

Maka biasanya senjata adat yang bernama Badik ini dahulu sering dipakai oleh kalangan petani untuk melindungi dirinya dari binatang melata dan atau membunuh hewan hutan yang mengganggu tanamannya. Selain itu karena orang bugis gemar merantau maka penyematan badik dipinggangnya membuat dia merasa terlindungi.

Badik memiliki bentuk dan sebutan yang berbeda-beda tergantung dari daerah mana ia berasal. Di Makassar badik dikenal dengan nama badik sari yang memiliki kale (bilah) yang pipih, batang (perut) buncit dan tajam serta cappa dan banong (sarung badik). Sementara itu badik Bugis disebut kawali, seperti kawali raja (Bone) dan kawali rangkong (Luwu). Kawali Bone terdiri dari bessi (bilah) yang pipih, bagian ujung agak melebar serta runcing. Sedangkan kawali Luwu terdiri dari bessi yang pipih dan berbentuk lurus. Kawali memiliki bagian bagian: Pangulu (ulu), bessi (bilah) dan wanoa (sarung)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiflaAlKKco5tblHayhZm9Gg1qJa2yn1XK61CURnZnrnkVDuBnQ6qT3ryh-IquiKtpSLKlX8XUUJUb0j84dflXOsANbgIetVduY9Z9SGQnIUycUXOopIXY91gcGzyecGHfpkmYUGxGIITAS/s320/badik.jpg

Umumnya badik digunakan untuk membela diri dalam mempertahankan harga diri seseorang atau keluarga. Hal ini didasarkan pada budaya siri' dengan makna untuk mempertahankan martabat suatu keluarga. Konsep siri' ini sudah menyatu dalam tingkah laku, sistem sosial budaya dan cara berpikir masyarakat Bugis, Makassar dan Mandar di Sulawesi Selatan. Selain dari pada itu ada pula badik yang berfungsi sebagai benda pusaka, seperti badik saroso yang memiliki nilai sejarah. Ada pula sebagian orang yang meyakini bahwa badik berguna sebagai azimat yang berpengaruh pada nilai baik dan buruk seseorang.


Tehnik Pembuatan